Pages

Subscribe:

Shopping Online

Rabu, 30 Mei 2012

Karena Kau Adalah Ayah

Karena kau adalah ayah
maka nama yang terletak di belakang namaku
adalah namamu, Ayah.
yang menangis bahagia saat aku dilahirkan

Karena kau adalah ayah
maka yang seringkali kuminta
untuk mengajakku bertamasya,
adalah kau, Ayah
yang akan selalu menuruti pintaku meski susah

Karena kau adalah ayah
maka yang seringkali memberiku hadiah
saat kenaikan kelas
adalah kau, Ayah
yang selalu membanggakanku di depan semua orang
walau bukan juara pertama

Karena kau adalah ayah
maka yang seringkali membuatku berjibaku air mata
adalah kau ayah,
setelah kau lupakan cintaku padamu ayah.
setelah kau tak lagi menciumku sebelum aku lelap.
setelah kau membagi cintamu pada yang lainnya
setelah kau seringkali melalaikanku dalam doamu,ayah.

Karena kau adalah ayah
aku ingin selalu membanggakanmu,
bagaimanapun dirimu.
Jadilah kau kebanggaanku,ayah.
seperti kau membanggakanku

sidoarjo, 29 Mei 2012
7.00 wib

Jumat, 04 Mei 2012

soal evaluasi 1

ini dia peta penyebaran manusia purba ke Indonesia.
uraikan secara jelas dan lengkap!
kumpulkan hasil tulisan kalian pada guru mata pelajaran sejarah kalian.

Lokasi Penemuan Artefak Mesolitikum

Manusia pada masa mesolitikum sudah mulai hidup secara semi sedenter. Bekas-bekas tempat tinggal mereka ditemukan di pinggir pantai (kjokkenmoddinger) dan di dalam gua-gua (abris sous roche). Terutama disitulah didapatkan banyak bekas-bekas kebudayaannya, di samping penemuan-penemuan lepas lainnya diberbagai tempat.

Kjokkenmoddinger

Suatu corak istimewa dari mesolitikum ialah adanya peninggalan-peninggalan yang disebut dengan Kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger berasal dari istilah bahasa Denmark (kjokken = dapur, modding = sampah, jadi arti sebetulnya : sampah-sampah dapur). Didapatkannya di sepanjang pantai Sumatra Timur Laut. Bekas-bekas itu menunjukkan telah adanya penduduk pantai yang tinggal dalam rumah-rumah bertonggak. Hidupnya terutama dari siput dan kerang. Siput-siput itu dipatahkan ujungnya, kemudian dihisap isinya dari bagian kepalanya. Kulit-kulit siput dan kerang yang dibuang itu selama waktu yang bertahun-tahun, mungkin ratusan atau ribuan tahun, akhirnya menjadi bukit kerang yang beberapa meter tinggi. Bukit inilah yang dinamakan kjokkenmoddinger.

Waktu bukit-bukit itu pertama kali ditemukan, para ahli geologi mengira bahwa itu adalah suatu lapisan bumi yang sangat istimewa. Tetapi kemudian dapat ditunjukkan bahwa bukit-bukit itu terjadi oleh tangan manusia (meskipun tanpa disengaja). Dari dalam bukit-bukit kerang itu banyak didapatkan kapak-kapak genggam yang ternyata berbeda dari chopper (kapak genggam paleolitikum). Kapak genggam mesolitikum itu dinamakan pebble atau juga menurut tempat penemuannya, kapak Sumatra.
Suatu macam kapak lagi yang sangat aneh dan hanya terdapat di jaman mesolitikum, ialah yang dinamakan hache courle (kapak pendek). Bentuknya kira-kira setengah lingkaran, dan seperti kapak genggam juga dibuatnya dengan memukuli dan memecahkan batu, dan tanpa diasah. Tajamnya terdapat pada sisi yang lengkung. Kecuali kapak-kapak itu dari bukit kerang ditemukan pulang berbagai pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya).


Abris Sous Roche

Tempat penemuan kedua dari kebudayaan mesolitikum adalah abris sous roche, ialah gua yang dipakai sebagai tempat tinggal. Gua-gua itu sebenarnya lebih menyerupai ceruk-ceruk di dalam batu karang yang cukup untuk memberi perlindungan terhadap hujan dan panas. Di dalam dasar gua-gua itu didapatkan banyak peninggalan kebudayaan, dari jenis paleolitikum sampai permulaan neolitikum, tetapi sebagian besar dari jaman mesolitikum.Penyelidikan pertama terhadap abris sous roche dilakukan oleh Van Stein Callenfels di Gua Lawa dekat Sampung (Ponorogo, Madiun), dari tahun 1928 sampai 1931. Alat-alat yang ditemukan banyak sekali macamnya: alat-alat batu, seperti ujung panah dan flakes, batu-batu penggilingan, kapak-kapak yang sudah diasah (neolitikum), alat-alat dari tulang dan tanduk rusa, dan jaga alat-alat dari perunggu dan besi. Jadi rupanya ceruk itu lama sekali menjadi tempat tinggal manusia. Bagian terbesar dari alat-alat yang di temukan itu terdiri dari alat-alat tulang, sehingga timbul istilah Sampung bone culture.


Alat-alat yang Digunakan Pada Masa Mesolitikum

Alat Serpih Bilah

Alat serpih-bilah atau flakes adalah alat yang terbuat dari batu dan berbentuk kecil-kecil. Teknik pembuatan alat-alatnya menunjukkan bahwa masih melanjutkan cara-cara pembuatan alat pada masa sebelumnya. Namun pada masa ini, pembuatan alat-alat serpih-bilah jika dilihat dari bentuknya menunjukkan cara pembuatan yang lebih maju. Hal ini dikarenakan bentuk alat serpih bilah yang semakin beragam coraknya dan fungsinya. Kadang –kadang bentuknya kecil dan melalui teknik pemangkasan yang rumit, seperti alat-alat mikrolit yang memiliki bentuk khas geometric (Soejono, 1984:139).

Pengerjaannya ada yang sudah mengalami pemangkasan sekunder. Pemangkasan sekunder adalah pengerjaan serpih setelah dilepaskan dari batu intinya. Biasanya teknik ini lebih menitik beratkan pada pemunculan bentuk alatnya. Bahan batu yang digunakan untuk membuat alat ini adalah kalsedon, batu gamping, andesit, dan sebagainya. Tradisi serpih-bilah ini terutama berlangsung di kehidupan gua yang ada di Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau Nusa Tenggara Timur. Beberapa unsur alat serpih-bilah ada yang dikembangkan lebih lanjut pada tingkat kemudian yang lebih modern lagi. Tradisi serpih-bilah di masa yang akan datang berbentuk mata panah bersayap atau bergerigi dan serpih-bilah yang khusus dibuat dari batu obsidian.

Tradisi serpih-bilah berkembang di beberapa daerah di Asia Tenggara. Di Indonesia tradisi ini sebagian besar ditemukan di Sulawesi Selatan (Heekeren, 1972:106-125), yang sebagian pada masa tidak berselang lama didiami oleh suku Toala. Penyelidikan untuk alat serpih-bilah ini berhasil dibuka jalannya oleh dua peneliti dari Swiss, Fritz dan Paul Sarasin.

Alat Tulang

Alat tulang di daerah Asia Tenggara banyak ditemukan di Tonkin. Namun pada penemuannya banyak bercampur dengan kapak genggam Sumatera yang agak kasar. Alat-alat tulang juga dapat ditemukan juga di gua-gua yang terdapat di daerah Hoabinh. Sayangnya jika di Hoabinh, maka populasi alat-alat tulang ini masih lebih sedikit daripada kapak genggam Sumatera.

Selain itu, alat-alat tulang juga terdapat di bukit kerang di Da But, Anam Utara. Alat-alat di daerah ini menunjukkan persamaan dengan alat-alat tulang yang ditemukan di Sampung, Ponorogo dan bukan merupakan bagian dari alat-alat yang ditemukan di Tonkin. Penemuannya pun masih disertai dengan penemuan kapak genggam Sumatera.

Dari penemuan di atas, Van Stein Callenfels berpendapat bahwa tradisi alat-alat tulang yang berasal dari Vietnam Selatan dan Annam mendesak pemakaian alat-alat yang terbuat dari batu (Heekeren, 1772:125-126). Pada akhirnya, tradisi alat-alat tulang tersebut akan mencapai daerah Jawa Timur dan berkembang lebih lanjut di gua-gua yang ada. Pembuatannya dengan cara pembelahan tulang sesuai dengan ukuran alat yang diinginkan, kemudian dikeraskan dengan api dan digosok-gosok sehingga menghasilkan alat yang keras dan tajam.