Lagi,
Allah selalu tahu bagaimana caranya menyentuh hatiku. Hari ini aku dibangunkan
pukul 01.50 WIB karena aku belum shalat Isya’ (yang ini bukan untuk
ditiru). Setelah 10 menit berada di
kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu, aku bersiap-siap untuk
menunaikan shalat. Tapi, ‘krucukkk....krucukkkk’
aku baru ingat kalau seharian kemarin aku hanya sekali makan nasi. ‘Pantas saja jam segini sudah lapar!’ batinku. Kubuat segelas susu coklat dingin
(karena Sidoarjo itu panasnya Masya Allah) dan mengambil beberapa cemilan di kulkas.
Setelah mengisi perut sebentar, aku pun shalat.
Usai
shalat, ternyata kantukku sudah hilang. Kunyalakan televisi yang hanya kulihat
ketika aku ada di rumah dan ketika ingin melihat saja. Kebiasaan hidup tanpa
televisi di kontrakan ketika sedang aktif kuliah di Malang membuatku tidak lagi
suka menonton televisi. Angka-angka channel di remote kupencet bergantian. Tidak
ada yang menarik. Sebagian besar yang ditayangkan berhubungan dengan
dunia-dunia malam yang liar. Tapi eiitss tanganku terhenti ketika aku sampai di
stasiun T**** 7. Ada sebuah film yang diputar. ‘Film apaan nih?’ waktu itu aku tidak sempat melihat judul yang
ditayangkan di sudut layar. Ditambah aku juga tidak tahu apakah film ini baru
saja dimulai penayangannya atau sudah hampir kelar. Namanya juga nonton
dadakan.
Adegan
tersebut berpindah menceritakan seorang ibu berkulit hitam bernama Mrs. Curson yang
mempunyai dua orang anak yakni, Curtis dan Benjamin. Ibu ini seorang buta huruf
yang hanya sempat bersekolah sampai kelas 3 SD kemudian menikah pada usia 13
tahun. Ketika Ben atau Benjamin baru berusia 8 tahun, ia bercerai dengan
suaminya karena suaminya memiliki istri dan anak sebelum menikah dengannya
serta terlibat perdagangan narkoba. Ia mengasuh Curtis dan Ben sendirian.
Curtis
dan Ben menjadi anak yang tidak beruntung. Mereka menjadi siswa terbodoh di
sekolahnya. Ditambah lagi Ben sangat tidak bisa mengontrol emosinya yang
menyebabkan ia melakukan hal-hal tak terduga ketika sedang marah. Tapi Mrs. Curson
tidak ingin anaknya memiliki nasib yang sama dengannya. Ia selalu mengatakan
pada kedua anaknya ‘Kalian adalah anak
yang cerdas. Hanya saja kalian tidak menggunakan kecerdasan kalian.’ ‘
Berimajinasilah untuk menyelesaikan suatu permasalahan.’ ‘Menghafalkan tabel
perkalian memang tidak mudah, tapi kalian pasti bisa jika kalian bekerja keras.’
Mrs.
Curson yang menjadi pembantu dan babysitter
di rumah seorang professor terheran-heran tatkala melihat rumah majikannya
dipenuhi dengan buku-buku. Ia bertanya apakah majikannya membaca seluruh
bukunya. Majikannya bilang hampir seluruh buku itu sudah ia baca. Ketika ia
pulang dan melihat dua anaknya sedang asyik menyimak acara televisi, ia
mematikan televisi tersebut. Ia katakan pada dua anaknya ‘Mulai sekarang, pilihlah 2 tontonan televisi untuk setiap minggunya. Itupun
kalian boleh menontonnya jika selesai mengerjakan PR. Gunakan waktu luang
kalian untuk membaca buku. Pergilah ke perpustakaan dan bacalah 2 judul buku. Buat
laporan tertulis mengenai bacaan kalian dan berikan padaku.’ Begitulah cara
Mrs. Curson menumbuhkan minat baca pada kedua anaknya. Ada satu perkataan dari
Mrs. Curson yang sangat menarik ketika menyuruh anaknya mengurangi jam nonton
tv ‘Kenapa kalian cuma menonton televisi?
Jadilah orang besar yang ditonton orang banyak melalui televisi!’
Sejak
saat itu, Curtis dan Ben sangat tergila-gila pada buku dan membaca. Kemampuan akademik
mereka mulai meningkat dari yang tadinya sebagai anak terbodoh di sekolah
menjadi anak terpintar. Puncaknya ketika Ben berhasil menjelaskan mengenai asal
usul terbentuknya batuan obsidian karena sebelumnya ia secara tidak sengaja
menemukan sebuah batuan obsidian hitam dan kemudian mencari buku yang membahas
mengenai batuan di perpustakaan tempatnya membaca. Ben menerima penghargaan
sebagai Siswa Terbaik di sekolahnya. Salah satu guru di sekolahnya tidak
menyukainya dan menghinanya secara rasis di depan seluruh hadirin setelah Ben
menerima penghargaan. Mrs. Curson memindahkan sekolah putranya ke sekolah lain.
Ben
melanjutkan sekolahnya sampai di pendidikan kedokteran di Universitas Yale. Ia tertekan
karena tak bisa memahami matakuliah kimia. Ia belajar kimia sampai tertidur dan
bermimpi sedang berada di ruang kelas. Dosennya sedang menulis reaksi kimia di
papan. Ketika ia maju menghadap papan dan mencoba memahami reaksi tersebut
melalui buku, ia melihat ada ibunya yang berkata ‘Kamu tidak membutuhkan buku. Bukunya ada pada dirimu.’ Ajaibnya,
salah satu soal ujiannya pada keesokan hari adalah reaksi kimia yang ada dalam
mimpinya. Ben lulus dengan nilai A. Ketika sedang mencoba test menjadi dokter
magang di John Hopkins Hospital, ia mengatakan bahwa ‘Bagiku, otak adalah sesuatu yang sangat menakjubkan. Ada banyak
keajaiban di dalamnya.’
Ben
pernah melakukan operasi pada seorang pasien yang mengalami luka akibat
terpukul tongkat baseball. Setelah operasi, dokter atasannya memarahinya karena
melakukan operasi tanpa persetujuan dan pengawasan supervisor. Tindakannya bisa
membahayakan reputasi rumah sakit dan karirnya sendiri. Tapi setelah dimarahi,
Ben mendapatkan pujian bahwa ia telah melakukan tindakan terbaik dengan
melakukan operasi tanpa menunggu kedatangan dokter senior meskipun beresiko
kehilangan karirnya. Sebab jika terlambat hal itu bisa menyebabkan kematian.
Ben
bahkan pernah mengoperasi seorang gadis kecil yang mengalami kejang-kejang
sejak usianya 18 bulan. Ia membuang bagian kiri otak si gadis yang
menyebabkannya sering kejang-kejang. Gadis itu akhirnya selamat dan tidak lagi
mengalami kejang. Ia bisa bicara dan bergerak dengan normal meskipun butuh
waktu yang agak lama dan pertaruhan nyawa jika operasinya tidak sukses. Setelah
melakukan operasi pada gadis itu, Ben menjadi dokter bedah syaraf anak terbaik
Sebelum
mengoperasi dua anak kembar siam, Ben kehilangan seorang anaknya yang meninggal
dunia ketika baru saja lahir. ia gamang dan takut tak bisa menyelamatkan anak
kembar siam itu. Tapi ibunya berkata ‘Jika
kamu berhasil mengoperasi dua anak kembar siam itu, mungkin itu tidak dapat
menghidupkan anakmu kembali. Tapi setidaknya kau telah berbuat baik untuk orang
lain.’ Ben melakukan operasi yang menuntutnya bergerak cepat. Ia harus
mengoperasi dalam keadaan jantung bayi yang berhenti berdetak untuk
menghindarkan pendarahan pada otak anak ketika dipisahkan. Penghentian jantung
hanya boleh dilakukan 1 jam dengan tujuan pompa darah ke otak berhenti dan
memberi kesempatan untuk membedahnya. Ben mendapatkan ide tersebut ketika
melihat ibunya mematikan keran air. Aliran air bisa dihentikan jika pompanya
dimatikan. Suatu pemikiran sederhana namun ilmiah. Operasi si kembar selama 24
jam membuahkan hasil. Mereka berdua selamat. Ben menjadi dokter bedah syaraf
anak terbaik yang berhasil mengoperasi 5 pasang anak kembar siam dan memberikan
beasiswa untuk anak-anak pintar yang kurang beruntung. Kisahnya ditulis dalam
suatu autobiografi berjudul GIFTED HANDS. Dan difilmkan oleh Sony Picture pada
tahun 2009.
Nilai
universal yang diperoleh dari film ini adalah:
1. Tidak
ada anak bodoh. Semua anak terlahir dengan kemampuan dan kecerdasannya
masing-masing. Jika ada anak yang terkesan bodoh, itu karena ia belum bekerja
keras dan menggunakan potensinya dengan maksimal.
2. Membaca
dan ilmu pengetahuan adalah kekuatan kita. Bukankah ayat pertama yang turun
berbunyi: Iqro’?
3. Niat,
aksi, doa. Harus ada niat baik yang dibuktikan dengan aksi nyata dan diiringi
dengan doa pada Allah Subhanahu Wata’ala. Tanpa itu semua, harapan dan mimpi
kita tidak akan terwujud.
4. Jadilah
jujur. Ben Curson lebih baik mendapat nilai F (fail) daripada harus mencontek. Jadilah
jujur, maka keberhasilan akan menghampirimu.
5. Berbuat
baiklah pada orang lain tanpa peduli balasannya dan bagaimanapun kondisi kita. Ini
adalah manifestasi ikhlas yang sesungguhnya.
6. Sertakan
Allah dan jadikan Ia sebagai motivasi bergerak.
Allah tahu jika aku seorang pecinta film dan hal-hal
yang bersifat visual. Maka Allah mengakhiri pencarianku pada ikhlas yang
sesungguhnya setelah 6 bulan mencari melalui film ini. Mungkin ini bukan film
seorang muslim, tapi nilai-nilai di dalamnya seharusnya ada pada seorang
muslim. 6 nilai universal tadi juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad Sallahu ‘Alaihi
Wasallam melalui riwayat hidupnya. Hari ini aku tersungkur menangis. Menyadari bahwa
di sepanjang hidup yang telah kulalui, Allah tak hendak membuatku sebagai
manusia biasa, tapi Ia ingin aku menjadi manusia luar biasa. Bahkan lebih luar
biasa dari seorang Benjamin Curson. Kenapa? Karena aku muslim yang bertauladan
Nabi, karena aku hidup dengan fasilitas yang belum ada saat Ben menjadi dokter
terbaik, dan karena Allah menjadikanku sebagai anak yang terlahir cerdas. J
Alhamdulillah.
Sidoarjo, 24 Mei 2013
6.16 WIB
nice share.....setuju banget "tidak ada anak yg bodoh"
BalasHapussama seperti kata profesor yohanes surya.tidak ada anak bodoh, yang ada adalah anak-anak yang kurang beruntung karena tidak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik.
BalasHapus