Sebagaimana agar mengetahui tentang kehidupan kerajaan maritim di nusantara maka tidak luput dari peranan kerajaan Sriwijaya di dalamnya. Dikarenakan kerajaan Sriwijaya yang letaknya sangat strategis yakni di tepi Selat Malaka yang menjadi persinggahan kapal asing dan menjadi jalur lalu lintas perdagangan India-Cina serta sering dikunjungi pedagang-pedagang dari Persia, Gujarad dan Arab. Untuk menjamin keamanan kawasanya, Sriwijaya membangun armada laut yang kuat sehingga kapal-kapal yang singgah merasa aman dari gangguan para perompak. Pengutan armada laut awalnya hanya ditujukan untuk melindungi para pedagang. Namun hal semacam inilah yang membuat Sriwijaya berkembang menjadi sebuah kerajaan yang sangat memperhatikan kelautan dan bahari sehingga menjadi negara maritime yang kuat.
Cita-cita besar penggagas maritim untuk menata negara dan bangsanya, sungguh amat relevan dengan kenyataan historis kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan nasional pertama di Nusantara. Dalam panggung kawasan Asia Tenggara, kerajaan Sriwijaya tampil sebagai kerajaan yang besar, makmur, bermartabat dan terhormat (Anshoriy dan Arbaningsih. 2008:50). Sebagai kerajan maritim Sriwijaya juga mempunyai hubungan antar kerajan sebagaiman hubungan antara kerajaan Sriwijaya denga kerajaan Mataram dimasa pemerintahan Dinasti Syailendra dan Sanjaya.
Dalam prasasti Ligor tidak hanya disebut seorang atau dua orang raja, melaikan tiga orang raja, melainkan tiga orang raja, yaitu seorang raja Sriwijaya, yang pada tahun 775 memberkati lembaga-lembaga Budhis yang disebut dalam prasasti tersebut dan pada sisi lainnya dicantumkan nama dua orang raja, yaitu yang pertama disebut Wisnu yang diibaratkan sebagai matahari, bulan dan dewa Kama, sedangkan yang kedua dinamakan Sri maharaja dari keturunan Syailendra dan ditujukan dengan sebutan ‘pembunuh musuh-musuh yang gagah perkasa’. Dicantumkan secara berdampingan kedua orang raja terahir bersama-sama di kalasan Syailedra. Wisnu pribadi adalah seorang keturunan dewa matahari, akan tetapi karena perkawinannya dengan seorang putri dari keturunan dewa bulan (kantalaksamya), telah menjadi anggota somawangsa. dengan adanya hubungan seperti ini Sriwijaya bisa menjalin kontak dagang dan saling mengirim duta dan pelajar untuk perkembangan ilmu.
Laut bagian barat Nusantara memegang peran penting pada waktu itu, selain India, Asia Barat dan Cina Asia Timur, karena terletak dalam embusan angin muson. Dalam kaitannya dengan geopolik Nusantara pada masa raja-raja Sriwijaya dan Syailendra berkedudukan penting dikawasan Selat Malaka selama kurang lebih 500 tahun lamanya. Sejak abad ke-7 Sriwijaya memulai mengembangkan hubungan perdagangan dan pelayaran dengan negeri asing. Pada abad ke 9 kerajan Sriwijaya sudah mampu menjadi salah satu pusat perdagangan di Asia Tenggara yang dapat menjalin hubungan dengan malaka, Patani, dan negeri lainnya. Pada abad ke-13 peran Sriwijaya digantikan oleh Kesultanan Samudra Pasai. Teknologi maritim yang berkembang pada masa Sriwijaya ini bisa disaksikan di beberapa tempat penemuan kapal yang diperkirakan berasal dari abad 5-8 Masehi:
• Kolam Pinisi
Di situs yang dinamakan Kolam Pinisi ini, ada penemuan kapal yang berukuran besar. Lebih dari enampuluh keping papan penyusun perahu yang ditemukan sudah dalam keadaan terpotong-potong dengan ukuran maksimum hanya 2,5 meter. Tebalnya sekitar 5 cm, dengan lebar antara 20–30 cm. Seluruh papan-papan memiliki tambuko pada permukaannya. Lubang-lubang untuk memasukkan tali didapati tidak hanya pada tambuko saja tetapi juga pada bagian tepi papan. Sedangkan lubang-lubang untuk menempatkan pasak pada bagian tepi papan menunjukkan bahwa pasak kayu telah digunakan untuk memperkuat penyatuan badan perahu (Manguin,1989).
• Tulung Selapan
Tali ijuk, pasak, tambuko, dan ketebalan papan-papan yang ditemukan di situs ini mengindikasikan keberadaan perahu kuno yang menggunakan teknik ikat. Ukuran perahu di pesisir timur Sumatera Selatan ini tidak berkisar jauh dari ukuran perahu-perahu lain yang sebelumnya telah lebih dahulu ditemukan kembali di wilayah Provinsi Sumatera Selatan.
• TPKS Karanganyar
Beberapa potong papan sisa badan perahu telah ditemukan di areaI Taman Purbakala Kedatuan Sriwijaya di Palembang. Ketebalannya 3 cm dengan jarak lubang untuk memasukkan tali ijuk adalah 3 cm, dan jarak lubang untuk pasak kayu sekitar 11 cm.
• Sambirejo
Pada situs di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ini dijumpai 11 keping papan yang merupakan bagian badan perahu. Ukuran terpanjang papan-papan tersebut adalah 10,9 meter dan yang terpendek 4 meter. Ketebalan rata-rata 3,5 cm dengan lebar 23 cm. Untuk Menyatukan papan-papan tersebut, selain pasak juga digunakan tali ijuk. Penggunaan pasak tampak dari lubang-lubang di tepian papan serta pasak yang masih tertanam di dalamnya. Pemanfaatan tali ijuk tampak jelas dari adanya tambuko dengan lubang-lubang untuk memasakkan tali ijuk. Tali ijuk tersebut masih dijumpai pada sebagian papan ber-tambuko itu. Bersamaan dengan papan-papan tersebut, dijumpai pula sebuah kemudi kayu berukuran panjang 5,9 meter dengan bagian terlebarnya 56 cm.
Pengamatan atas temuan tersebut menghasilkan dugaan bahwa kesebelas papan tersebut tidak berasal hanya dari sebuah perahu saja, melainkan tiga. Delapan papan berasal dari sebuah perahu yang panjangnya diperkirakan 20–23 meter dengan bagian terlebar mencapai 6 meter. (Manguin,1989).
Minggu, 03 Maret 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar