Aku, lagi. Semuanya terasa begitu
rumit. Aku bahkan tak yakin semuanya akan selesai baik-baik saja seperti yang
kuharapkan. Aku, lagi. Aku tidak pernah meminta seseorang mencintaiku. Tapi dia
bilang dia mencintaiku. Bahkan berusaha membuatku mempercayainya untuk sedikit
menyandarkan diriku. Aku, lagi. Aku pikir dia tidak benar-benar mencintaiku.
Tapi dia telah mulai berupaya membuktikan bahwa dia mencintaiku. Aku, lagi. Aku
pikir semua berhenti pada saat dia mencintaiku, ternyata hatiku tak sesederhana
itu.
Mereka bilang: bersyukurlah saat
ada seseorang yang mencintaimu dengan tulus. Ya, aku bersyukur. Itu artinya
mereka bukan penikmat fisik nomor satu. Karena apa yang bisa dikagumi dari
fisikku? Barangkali hanya raut wajah dan ekspresi yang sedikit imut tanpa
dipaksakan yang baru berhasil kusadari akhir-akhir ini. Aku bersyukur dia
mencintaiku. Setidaknya dia orang baik di mataku. Namun ternyata hatiku tidak
mudah dibuat percaya dengan lugu.
Aku bersyukur dia mencintaiku,
melakukan banyak hal untuk merengkuh kepercayaanku, memahami
ketakutan-ketakutanku, mengerti mimpi-mimpi dan sikap burukku, berdamai dengan
segala kekuranganku. Aku, lagi. Aku bersyukur dia mencintaiku meski aku belum
tentu bisa membalasnya dengan cintaku sekalipun euforia manis dan romantisme
telah menyergapku. Bukan karena aku ragu, tapi aku menatap Tuhanku. Aku
bersyukur dia mencintaiku dengan sedikit harapan bahwa suatu hari
kekhawatiranku akan terbantahkan. Berhasil membuktikan bahwa kekhawatiranku
adalah hal yang tak beralasan. Menemukan titik kesepahamanku dan dia. Lalu
membalasnya dengan berusaha mencintainya juga. Aku, lagi. Untukmu, terimakasih
telah mencintaiku meski tak bisa kujanjikan bahwa aku akan mencintaimu.
Sungguh, hatiku sedikit terasa beku. Agak sakit saat kutahu bahwa aku ragu.
Untukmu, terimakasih telah mencintaiku.
0 komentar:
Posting Komentar