Generasi gadget. Generasi 2013 adalah generasi
gadget. Setuju? Mungkin ada beberapa yang setuju dan ada beberapa yang menolak
penyebutan ini. Namun cukuplah bahwa seluruhnya akan sepakat mengenai efek
negatif gadget yang belum seharusnya dipercayakan secara penuh pada anak yang
belum memiliki filter kuat terhadap berbagai arus informasi sekaligus masih
dalam proses membangun karakter diri. Tidak banyak orang tua dan anggota
keluarga yang sadar bahwa memberi gadget tak semudah memberi susu pada anak
bayi atau memberi permen pada balita yang rewel dan terus menangis. Sehingga
mereka dengan begitu mudahnya memberikan gadget pada anak tanpa pengawasan yang
berarti. Fenomena seperti ini terjadi hampir di seluruh negara, terutama di
negara yang kesadaran atas pendidikan dari sisi emosional dan spiritual masih
relatif minim. Salah satu negara yang telah menangkap gelagat fenomena tersebut
adalah USA. Amerika. Negara dengan tingkat pendidikan tinggi namun pengelolaan
emosional dan spiritualnya masih rendah dibuktikan dengan tingginya tingkat
kriminalitas dan bunuh diri yang terjadi di negara tersebut. Kesadaran itulah
yang kemudian mendorong beberapa sineas untuk memfilmkannya dengan judul
DISCONNECT.
Film yang didirekturi oleh Henry-Alex Rubin ini
memiliki 3 konflik yang menjadi benang merah. Konflik pertama adalah cyber prostitution yang digeluti oleh
Kyle,dkk dibawah asuhan seorang papi bernama Harvey. Konflik kedua adalah cyber bullying yang dilakukan Jason dan
Frye kepada Ben Boyd, teman sekelas mereka yang pendiam. Konflik terakhir
adalah cyber crime yang menjadikan
keluarga Hull sebagai korban hutang sebesar hampir 8 juta dollar. Ada hubungan
antar tokoh dan ada benang merah yang menjadikan setiap konflik itu ada. Dunia
maya. Hubungan lewat facebook dan jejaring sosial lain yang bermaksud
memperkecil jarak antar manusia ternyata justru menjadi salah satu faktor
munculnya kejahatan-kejahatan tersebut.
Nina, seorang reporter di CNN mencoba menelusuri
mengenai prostitusi maya yang banyak berkembang di USA (sepertinya hal yang
sama juga terjadi di Indonesia jika kita mau jujur). Ia mengumpulkan data-data
mengenai itu dari Kyle, salah satu gigolo maya. Nina melakukan kontak maya
bahkan sampai bertemu dengan Kyle untuk menanyakan beberapa hal terkait profesi
yang dilakukan Kyle sehingga akhirnya pemuda tersebut setuju untuk diwawancarai
langsung untuk mengungkap bisnis tersebut dengan jaminan keamanan dan
penyamaran identitas. Rekaman wawancara tersebut kemudian disiarkan di seluruh
kota. Siaran tersebut menyebabkan FBI gerah dan ingin menyelamatkan anak-anak asuhan si papi.
Di lain sisi ada Jason dan Ben yang berasal dari dua
keluarga berbeda namun sama-sama kurang mendapatkan perhatian dari keluarganya.
Ayah Jason adalah seorang mantan polisi yang memutuskan untuk berhenti sejak
istrinya meninggal agar ia bisa mengurus anak semata wayangnya. Ayah Jason
bersikap sangat keras padanya. Sedangkan Ben adalah anak dari seorang pengacara
sukses yang tidak mendapatkan waktu dan perhatian baik dari sang ayah, ibu, dan
kakak. Yang membuat Ben berbeda dari kakaknya dan Jason adalah Ben tidak pernah
mempunyai teman lebih dari 1 orang atau bahkan seringkali tak punya sama
sekali. Karena itu ia mendapatkan cap freak.
Ben menyebarkan ‘foto pribadi’ Jason yang membuat pemuda pendiam itu stress dan
melakukan upaya bunuh diri. Upaya bunuh diri tersebut membuatnya koma di rumah
sakit.
Keluarga Hull mengalami penipuan yang menyebabkan
mereka terjerat hutang sebesar 8 juta dollar karena si suami dan istri
mengalami hubungan yang tidak harmonis. Sehingga si istri mencari ‘tempat’ lain
untuk mengobati rasa sepinya. Orang ketiga tersebutlah yang menyebabkan
keluarga Hull ditipu dan diperas habis-habisan hingga mencapai 8 juta dollar.
Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari film
tersebut adalah:
1. Seingin
apapun anak untuk memiliki gadget, jangan berikan gadget tanpa pengawasan pada
mereka. Karena kita tidak pernah bisa menduga seberapa luas akses yang akan
mereka dapatkan.
2. Buatlah
gadget menjadi barang yang tidak istimewa dengan mendorong anak untuk selalu
berkomunikasi secara langsung (saat memungkinkan), bukan melalui dunia maya
baik SMS, socmed, dsb.
3. Berilah
usaha pendidikan moral dan seks pada anak (sebab konten yang banyak beredar dan
membahayakan adalah seputar dunia seks).
4. Jangan
mengizinkan anak untuk membawa gadget ke sekolah karena pengawasan dari guru
tentu tidak seintensif pengawasan orang tua dan agar anak tetap bersosialisasi
dengan lingkungannya.
5. Berikan
batasan penggunaan gadget pada anak. Misalnya: penggunaan gadget hanya
diizinkan sampai pukul 9.00 malam (setelah itu gadget dikembalikan pada orang
tua), password gadget adalah password dari orang tua, dan konten audiovisual
(teks sms, foto, video, rekaman, mp3, dll) selalu diketahui oleh orang tua.
6. Berikan
quota i-net dalam jumlah kecil untuk memperkecil waktu berselancarnya. Jika
membutuhkan quota tambahan i-net harus langsung meminta pada orang tua.
7. Berikan
gadget tidak dengan cuma-cuma. Semisal dengan memberikan persyaratan berupa:
hafal 1 juz Al Qur’an, membaca 1 buku per minggu, dsb. Sehingga anak menyadari
bahwa gadgetnya adalah hadiah dari kegiatan positifnya dan berusaha menjaga
diri dan gadgetnya dari noda negatif.
8. Bangunlah
komunikasi terbaik dengan anak-anak sebab komunikasi adalah kunci keterbukaan
anak atas segala hal kepada orang tuanya.
9. Saling
terbukalah dengan pasangan, bahkan jika itu hanya sekedar sms. Dengan harapan
hal tersebut bisa membuat pasangan saling percaya dan membatasi interaksi
dengan lawan jenis yang bukan mahram.
Malang, 27 Mei 2014
19.46 WIB
0 komentar:
Posting Komentar