Pages

Subscribe:

Shopping Online

Selasa, 05 Agustus 2014

Jika Aku, Kamu, dan Dia Harus Bercerai....



Akhir-akhir ini saya begitu intens membaca novel atau menonton film yang berkaitan dengan segala pandangan dan hidup wanita sebelum menikah dan setelah menikah. Ada banyak referensi yang saya baca. Mulai Dilatasi Memori, Diorama Sepasang Albanna, Sakinah Bersamamu, Catatan Hati Seorang Istri, Jangan Bercerai Bunda, Cinderella Syndrom, dll. Saya juga sengaja menonton drama korea Emergency Couple guna mencari gambaran bagaimana laki-laki dan perempuan menghadapi suatu hal bernama perceraian, mengapa mereka memilih perceraian, dan bagaimana hidup mereka setelah perceraian. Tulisan ini semata-mata adalah bagaimana saya memandang sebuah momen bernama PERCERAIAN itu sendiri.
Bagaimana bentuk hati dan cinta ketika ia bersemi dan mengubah segala aspek hidup seseorang? Dari status, kegiatan sehari-hari, hingga persepsi. Barangkali bentuk hati dan cinta itu laksana negeri dongeng tanpa cela manakala kita baru saja belajar mencintai seseorang, sedang mencintai seseorang, dan baru saja menikahi seseorang. Saya pun sempat dengan naifnya berkata: siapapun yang sudah menikahi seseorang, maka ia harus menerima orang yang ia nikahi tanpa tapi. Naif bukan? Seolah saya lupa bahwa seseorang yang dinikahi dan menikahi itu adalah manusia. Manusia yang punya hasrat, persepsi, dan keahlian mengomplain (hahaha...).

Lalu, bagaimana bentuk hati dan cinta ketika ia sedang berada di lautan lepas? Manakala ada istri dan suami yang tidak lagi baru berangkat dari pelabuhan dan tidak sedang menyisir zona aman laut (artinya masih berada di wilayah pelabuhan dan sekitarnya)? Barangkali mereka-mereka yang tidak lagi baru menjalin romansa. Mungkin sudah terbilang dasawarsa, perak, dan emas? Manakala kehidupan rumah tangga mulai bersentuhan dengan banyak orang, dikomentari dunia, dan jadi sasaran orang-orang yang berusaha memisahkan.
Emergency Couple memberikan saya gambaran utuhnya meski tak seluruhnya lazim terjadi di Indonesia. Diawali dengan kisah pernikahan antara Oh Jin Hee dan Oh Chang Min yang dilaksanakan tanpa restu dari pihak keluarga Chang Min karena Jin Hee tidak berasal dari keluarga chaebol (konglomerat). Chang Min yang jatuh cinta pada Jin Hee memutuskan tetap menikahi perempuan pilihannya meski itu berarti ia kehilangan hampir separuh akses dari orang tuanya (ayah dan ibu Chang Min masing-masing punya usaha sendiri. Yang tetap mendukung keputusan Chang Min hanya sang ayah).
Chang Min sendiri merupakan mahasiswa kedokteran dan Jin Hee adalah ahli gizi. Semenjak menikah dengan Jin Hee, Chang Min tidak melanjutkan kuliahnya untuk menghindari kejaran ibunya. Ia menjadi salesman obat untuk menafkahi keluarga. Terlahir dan telah terbiasa hidup sebagai keluarga chaebol rupanya membuat Chang Min tidak sanggup menjalani kehidupan yang lebih sederhana. Apalagi yang harus dihidupi bukan dirinya seorang.
Kondisi keuangan yang belum stabil dan psikis pasca menikah yang masih labil membuat keduanya sering bertengkar. Chang Min memutuskan untuk menceraikan Jin Hee saat mereka baru saja melewati tahun pertama pernikahan. Bagi Chang Min: menurut mitos, pernikahan adalah sesuatu yang ajaib. Sepasang kekasih baru akan menikah ketika mereka telah melewati beberapa ribu tahun (kiasan untuk perjalanan perkenalan yang panjang). Tapi ternyata, ketika kau menikah, senyummu saat pertama kali menikah rasanya menghilang ke galaksi Andromeda (tidak ada lagi kesan bahagia dalam pernikahan).
Pasca bercerai, Chang Min langsung melanjutkan studi kedokterannya di Amerika. Tak sama halnya dengan Jin Hee. Ia wanita. Peralihan status dari istri menjadi janda bukanlah hal mudah. Jin Hee hancur. Lebih hancur lagi saat mantan ibu mertuanya mendatangi rumahnya dan melabraknya di depan pintu (PINTU RUMAH, bukan pintu kamar). Nah, inilah sisi menariknya. Kehilangan status istri yang dialami Jin Hee memang pernah membuatnya terpuruk, namun secara perlahan dan pasti ia mulai menata lagi hidupnya.
Jin Hee yang dulu hanya ahli gizi, bersusah payah kembali belajar dan berusaha menjadi dokter. Kerja kerasnya berbuah manis. Ia lulus dari Hangook University meskipun universitas itu hanya universitas di pedesaan (kata kepala UGD tempatnya magang). Ia juga berhasil melewati tes magang di Wusu University Hospital (salah satu rumah sakit terbaik di Seoul, Korea Selatan) meski harus menempuh tes sebanyak 3x karena ia gagal di 2 tes sebelumnya. Jin Hee bukan lagi perempuan yang tidak bisa apa-apa. Kerjanya sebagai dokter magang sangat baik. Ia bahkan bisa melakukan operasi tracheotomy dalam kondisi terjebak di lift. Jin Hee sudah benar-benar mandiri.
Jin Hee yang mandiri membuat kepala UGD, dokter Gook dan Chang Min terkesan. Chang Min? Iya Chang Min, mantan suami Jin Hee, bekerja sebagai dokter magang di tempat yang sama. That’s what we call as destiny. Walau pada awalnya Chang Min berusaha menyingkirkan Jin Hee karena dianggap merusak suasana magangnya, Jin Hee tetap bertahan. Tidak hanya karena keinginan Jin Hee, melainkan juga karena dokter Gook melihat potensi dan etos kerjanya, menyelamatkannya dari pemecatan, dan jatuh cinta padanya.
Pernah ditolak oleh keluarga mantan suaminya yang merupakan keluarga dokter membuat Jin Hee benar-benar ingin menjadi dokter. Walau pada awalnya hanya ingin membuktikan kemampuannya pada keluarga mantan suaminya dan orang-orang di sekitarnya yang memandang sebelah mata, toh naluri seorang dokter tetap muncul dalam dirinya. Jin Hee pernah nekat membantu pengobatan seorang wanita miskin yang mengidap batu empedu meski ia tahu bahwa ia akan dipecat (karena kasus meninggalnya seorang pasien pasca operasi yang dianggap bersangkutan dengannya), tetap menangani pasien terindikasi penyakit Jacob meski keselamatannya bisa terancam, dan menyelamatkan nyawa Oh Chang Min.
Chang Min jatuh cinta sekali lagi pada Jin Hee, namun saingannya kali ini adalah dokter Gook yang sudah mendapat tempat tersendiri di hati Jin Hee. Di masa-masa ini Jin Hee dan Chang Min mulai dewasa menyikapi masa lalu dan rencana masa depan mereka. Seperti yang dituturkan Chang Min pada Jin Hee: Aku tahu perceraian itu sulit bagi kita. Tapi itu lebih sulit bagimu. Kamu harus bersabar saat orang menyebutmu janda dan mengolok-olok orang yang bercerai di depanmu meski mereka tak tahu bahwa kamu pernah bercerai. Kamu bersusah payah mencapai semua yang kamu punya saat ini. Menjadi dokter dan perempuan yang mempesona. Barangkali sebenarnya kamu sudah seperti ini (mempesona) sejak awal. Hanya saja aku tak menyadarinya saat kita bersama. Aku tidak akan memaksamu untuk memberiku kesempatan kedua. Aku hanya akan menunggu. Menunggu sampai kamu jatuh cinta lagi padaku sehingga kita tak akan menyesal untuk memulai (pernikahan) lagi.
Jin Hee membalas perkataan Chang Min di momen yang berbeda: Aku rasa, selama ini aku selalu merasa bahwa aku adalah korban atas perceraian kita. Tanpa sadar bahwa kamu pun telah berusaha memberikan yang terbaik untukku selama kita menikah. Aku terlalu egois saat itu sehingga aku berpikir bahwa perceraian adalah hal yang terbaik. Aku korban, kamu pun korban. Saat itu kita memang masih terlalu muda.
Akting Song Ji Hyo sebagai Jin Hee memberi efek luar biasa pada drama ini. Saya bisa merasakan bagaimana rasa sedih, kecewa, kesal, terhina, bercampur menjadi satu dalam predikat JANDA. Kasus perceraian ini belum seberapa karena mereka belum memiliki anak. Saya tahu betul bagaimana rasanya dan dampaknya perceraian yang menimpa pasangan yang telah memiliki anak. Baik dampak pada anaknya, juga pada kedua orang tuanya.
Dari drama ini dan beberapa bacaan referensi ini saya punya beberapa hal yang akan saya pegang jika nanti saya sudah berkeluarga:

  • ·         Pernikahan dengan bahan bakar cinta tidak akan cukup. Bisa mogok di tengah jalan (Tereliye). Ya, pernikahan lebih dari urusan cinta. Bagi muslim, pernikahan adalah ibadah. Maka agama harus menjadi bahan bakar utamanya.
  • ·         Wujud cinta tak pernah sama. Seiring usia pernikahan, ia tak lagi membara. Cinta bisa mendewasa menjadi kasih sayang layaknya sahabat dalam suka dan duka (Asma Nadia). Ya, saat romantisme ala pacaran tak lagi hadir, barangkali ketika itu cinta kita mendewasa. Bukan sekedar aku menyukaimu. Melainkan aku menyayangimu, aku menerima segala yang ada padamu, dan aku ingin kita saling melengkapi dalam suka maupun duka.
  • ·         Perceraian bukan jalan alternatif, tapi jalan terakhir. Perceraian adalah keputusan yang diambil bukan ketika kita marah. Tapi ketika kita sudah dalam kondisi tenang dalam istikharah-istikharah panjang. Perceraian adalah saat salah satu pasangan benar-benar melanggar aqidah dan melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga..
  • ·         Kita bercerai dengan suami/istri. Bukan dengan musuh (ya iyalah, masak iya nikah sama musuh sendiri... :D). Jangan sampai menjelek-jelekkan mantan suami/istri. Sebab musabab perceraian, hanya suami-istri yang tahu dan orang tua (tentu dengan perjanjian tidak akan diceritakan pada orang lain).
  • ·         Jangan memisahkan anak-anak dari orang tuanya. Meski bercerai, anak punya hak untuk menerima kasih sayang dari orang tuanya. Saling berkunjung ke rumah mantan mertua (mantan suami/istri ada di sana juga) dengan anak-anak patut dilakukan agar mereka tidak kehilangan kasih sayang keluarga besar.
  • ·         Pahamkan pada anak-anak bahwa bercerai adalah perubahan status dan kondisi antar orang tua saja. Anak tetap anak dan tetap harus menghormati kedua orang tuanya dan menjalin hubungan baik dengan seluruh keluarga ayah-ibunya.
  • ·         Perempuan boleh bersedih saat bercerai, tapi ia harus bisa bangkit lagi bahkan lebih hebat daripada saat ia belum bercerai. Barangkali perceraian itu adalah ujian naik kelas dariNya. Jika kita menjadi lebih baik pasca badai itu menerpa, maka Allah menaikkan kedudukan kita di sampingNya.

Catatan ini dibuat saat saya belum tahu betul apa itu menikah tapi saya tahu betul apa itu bercerai. Barangkali ada uraian yang kurang tepat dalam catatan ini, saya ingin mereka-mereka yang telah melewati satu dasawarsa, perak, bahkan emas pernikahan membaginya untuk saya dan mereka (yang belum menikah, akan menikah, telah menikah, akan bercerai, dan yang ingin menikah tanpa harus berpisah karena perceraian). Semoga Allah karuniakan barokah pada kita. Hingga sakinah bukan hanya impian.
Di dalam Kereta Penataran Ekspress
Menuju Stasiun Malang Kota Baru pasca mudik Idul Fitri
Ahad, 03 Agustus 2014

0 komentar:

Posting Komentar